“Masjid adalah rumah kaum yang bertaqwa. Barangsiapa yang menjadikan masjid sebagai rumah-Nya, Allah menjamin untuknya dengan Ruh (Jibril), rahmat, dan dapat melintasi ash-shirath (jembatan) menuju ke Surga.” == DKM AL-MUHAJIRIN PAJAGALAN SOREANG Kmp. PAJAGALAN SOREANG RT.02/04 Belakang Pasar SOREANG KAB.BANDUNG ==

Rabu, 28 Desember 2011

Suudzon (Berprasangka Buruk)

Hukum Istri Suudzon Kepada SuamiSuudzon dalam Kehidupan Sehari hari banyak dikenal dengan Istilah Buruk Sangka atau Berprasangka Buruk Kepada seseorang atau sesuatu yang sebenarnya Dia tidak tau pasti atau tidak tau jelas akan kebenarannya.
Sering sekali dari kita kebanyakan tidak menyadari atau tidak sengaja, pernah melakukan hal itu, baik kepada sesama makhluk hidup ataupun tentang sesuatu hal lainnya.

Bahkan bukan hanya sekali ataupun dua kali saja, melainkan berkali kali, dan selama itu juga kita tidak pernah merasa atau tidak menyadarinya.

Suudzon
jika dilihat sepintas memang kelihatan sepele. namun kalau kita mau mencermatinya, sebenarnya efek dari suudzon itu sendiri sangatlah dahsyat.

Buruk sangka (suudzon) jika kemudian diteruskan ke orang lain yang orang itu juga tidak mengerti permasalahannya, maka akan dapat menimbulkan fitnah.

suuzdzon (buruk Sangka) penyakit hati yang berbahaya. Kita harus hati-hati, karena kalau hati kita tidak dibersihkan dari penyakit ini, maka kita tidak akan bisa bertaqarub dengan Allah, dan tidak bisa meni’mati hidup ini, malah kita akan sengsara dan menderita. Apa Bahayanya Suuzdon?
a. Mengakibatkan kekeruhan dan perpecahan dimasyarakat
b. Dapat memutusakan tali silaturrahmi antara keluarga dan karabat
c. Dapat membawa orang yang suuzdzon berbuat dosa-dosa yang lain seperti ‘tajasus (memata-matai) ‘ghibah’ dan curigad. Kalau suuzdzon ini dibiarkan, maka akan menjadikan ‘tuhmah’ atau tuduhan yang belum tentu benar dan dapat membawa pertumpahan darah.

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujuraat 12)

Disinilah Allah azza wajalla memerintahkankan kepada sesorang untuk melakukan ‘tabayun’, investigasi agar tidak terjadi tuhmah yang dapat mengakibatkan pertumpahan darah.
Tajasus dan Ghibah
Mengapa ayat diatas setelah berbicara masalah suuzdon, langsung berbicara masalah ‘tajasus’ (memata-mati) dan ghibah (mengupat)? Karena umumnya kalau orang sudah suuzdzon, suka ingin tahu, benar atau tidak sangkaan buruknya itu. Maka dia akan men-gadakan tajasus. Dan kalau hasil tajasusnya itu benar, maka dia akan menceritakannya kepada orang lain, maka dengan demikian dia telah bebuat ‘ghibah’ yang dilarang dengan keras oleh Islam.

MENUDUH ADALAH "LAGU LAMA" ORANG-ORANG BODOH DAN MENYIMPANG
Pintu tuduhan dan lontaran syubhat merupakan pintu yang sudah lama dan usang. Pintu ini sudah sering menimpa orang-orang yang konsisten dengan al Haq (kebenaran). Jarang di antara mereka yang selamat dari tuduhan ini. Bahkan Rabbul 'Alamin (Allah) Subhanahu wa Ta’ala pun terkena tuduhan-tuduhan dusta, dan hanya bagi-Nya segala perumpamaan yang Maha Tinggi. Allah pun dituduh tanpa haq sama sekali! Hingga Allah menurunkan ayat-ayat yang banyak untuk membantah orang-orang bodoh yang dipenuhi dengan syubhat. Orang-orang bodoh itu tidak menghargai dan tidak mengagungkan Allah dengan sebenar-benar penghargaan dan pengagungan. Seperti firman-Nya

“Artinya : Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." [Al-Ikhlash : 1-4]

Sebagai bantahan kepada orang-orang bodoh yang berkata bahwa Allah memiliki anak. Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi.

Rasulullah Shallallahu ‘laiahi wa sallam pun dituduh. Beliau dituduh sebagai seorang penyair. Allah pun turunkan ayat untuk membantah tuduhan tersebut. Allah berfirman.

“Artinya : Dan al-Qur`an itu bukanlah perkataan seorang penyair, . .”[Al-Haqqah : 41]

Para sahabat radhiyallahu ‘anhum juga dituduh. Mereka dituduh, bahwa mereka merebut kekuasaan dan kepemimpinan. Mereka dituduh dengan tanpa haq. Dan begitulah seterusnya! Mereka (para sahabat) dan orang-orang yang berpegang teguh dengan al Haq terus dituduh dan dituduh.

Lihatlah kaum Nuh ‘Alaihis Sallam ! Mereka menuduh Nabi mereka. Padahal ia telah tinggal dan hidup bersama mereka dalam waktu yang sangat lama, namun, ia tetap tidak selamat dari tuduhan. Mereka menuduhnya tatkala sudah tidak mampu lagi mengungkapkan dan mengemukakan hujjah, dalil, dan bukti kepada Nabi Nuh Alaihis Sallam . Bagaimana firman Allah tentang mereka? Allah berfirman.

“Artinya : Mereka berkata; "Hai Nuh! Sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami adzab yang kamu ancamkan kepada kami! Jika kamu termasuk orang-orang yang benar". [Hud : 32]

Mereka melontarkan tuduhan-tuduhan kepadanya. Mereka menuduh nuh sebagai tukang jidal (bantah). Padahal (mereka mengetahui), bahwa Nuh menyampaikan al Haq, berbicara dengan yang haq, dan tidaklah ia berpegang teguh kecuali dengan al Haq, karena ia seorang Nabi! Namun betapapun demikian, orang-orang yang menyelisihi al Haq tetap tidak mau tunduk dan patuh. Bahkan mereka semakin membangkang, mengejek, mencemooh, dan mendustakan. (Akhirnya) mereka pun semakin jauh terperosok ke dalam syubhat, dan semakin gencar melontarkan syubhat.

SYUBHAT BERSUMBER DARI DUA PENYAKIT BERBAHAYA

Tuduhan-tuduhan yang dilontarkan dengan dibalut pakaian syubhat ini bersumber dari dua penyakit kronis yang telah menyerang para pelakunya.
Penyakit pertama : Ialah sedikitnya ilmu. Seandainya pada diri mereka terdapat ilmu, bukti, dan penjelasan yang benar, tentulah al haq dan al huda (petunjuk) itu dapat langsung dikenal dengan mudah dari para da'i dan orang yang berpegang teguh dengannya. Namun, sayangnya mereka bagaikan perumpamaan Arab (dia tetap seekor kambing walaupun terbang). Mereka - memaksakan diri- ingin memunculkan segala sesuatu yang ada dalam pikiran-pikiran dan kepala-kepala mereka, walaupun dengan syubhat yang paling lemah sekalipun, dan meskipun dengan sebab yang paling remeh sekalipun.
Penyakit kedua : Yaitu lemah dan tipisnya agama. Seandainya agama mereka kokoh dan kuat, tentulah tidak akan tergesa-gesa melontarkan tuduhan-tuduhan yang mereka bangun berdasarkan prasangka, ketidakpastian dan tanpa ilmu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabdakita hidup pada zaman yang sulit, penuh kerusakan dan fitnah. Kita hidup pada zaman yang orang-orangnya hidup dengan penuh kontradiksi, kecuali insan-insan yang Allah berikan rahmat-Nya kepadanya (yang akan terlindung dari fitnah ini). Kontradiksi, yang kini sebagian orang dari umat ini sudah terbiasa bergaul dan hidup dengannya, telah menjerumuskan mereka ke dalam ketidakpahaman. Bahkan menjerumuskan ke dalam pemahaman yang keliru dan terbalik. Karena, apabila ketidakpahaman sebagai suatu kesalahan yang ringan, maka pemahaman yang keliru dan terbalik adalah kesalahan yang berlipat ganda dan fatal. Akhirnya, jatuhlah manusia ke dalam kejahilan (kebodohan), yang pada hakikatnya berasal dari diri mereka sendiri. Namun, kemudian mereka putar-balikkan, mereka tuduhkan dan mereka lontarkan kepada orang lain. “Artinya : ..Dan barangsiapa yang berkata kepada seorang mukmin sesuatu yang tidak ada padanya, Allah akan tempatkan dia di radghatul-khabal, sampai ia keluar dari apa yang ia ucapkan” [2]
Dan radghatul-khabal adalah cairan (perasan) para penghuni neraka”.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Artinya : Waspadalah kalian dari berprasangka, karena sesungguhnya prasangka itu sedusta-dusta perkataan…” [3]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Artinya : Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai untuk saudaranya, seperti ia mencintai untuk dirinya sendiri” [4]
Seandainya pada diri mereka terdapat ilmu yang cukup dan keimanan yang melindungi (mereka dari perbuataan tercela ini, Red.), tentulah mereka tidak akan berani menyelami samudera tuduhan, fitnah, celaan, dan syubhat yang memecah-belah umat ini.. Inilah salah satu syubhat dari beragam syubhat mereka, yang akan datang bantahan dan jawabannya, insya Allah Ta'ala

NASIHAT AL IMAM IBNUL QAYYIM DALAM MENGHADAPI SYUBHAT
Al Imam Ibnul Qayyim -dalam kitabnya Miftahu Daris-Sa'adah- berkata: "Tatkala syubhat-syubhat begitu banyak bertumpuk di depan diriku, dan tatkala keinginan-keinginan (tidak baik) berdatangan kepadaku, aku adukan semuanya ini kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah" [5]
Jadi, ketika syubhat-syubhat muncul, pada saat itu muncul pula kegelapan. Lalu dengan adanya ilmu, datanglah cahaya terang.
Syubhat-syubhat telah mendatangi seorang murid ini (al Imam Ibnul Qayyim). Lantas ia pun segera bergegas menuju gurunya untuk belajar, meminta fatwa dan penjelasan tentang al haq dari gurunya.
Ia berkata, "Aku pun pergi kepada Syaikh kami, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Lalu aku beritahu beliau tentang syubhat-syubhat dan keinginan-keinginan (buruk) ini. Beliau berkata kepadaku,'Jadikan hatimu seperti cermin; jika datang syubhat kepadamu, syubhat tersebut akan kembali berbalik kepada orang yang melontarkan dan mengatakannya. Dan jangan jadikan hatimu seperti busa; jika datang syubhat kepadamu, ia akan menyerap dan menelannya'."
Demikianlah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menasehati muridnya, hingga al- Imam Ibnul Qayyim pun berkata: "Demi Allah, aku belum pernah mendapatkan manfaat setelah aku masuk Islam dari sebuah wasiat dan nasihat seperti manfaat (yang aku dapatkan) pada wasiat dan nasihat ini"[6]
___________Foote Note[1].Yang disampaikan sebelumnya oleh Syaikh Salim bin Id Al-Hilali –hafizhahullah-[2]. HR Abu Dawud (3/305 no. 3597), Ahmad (2/82), dan lain-lain, dari hadits Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, dan ini lafazh dalam Sunan Abi Dawud. As-Silsilah ash-Shahihah (1/798 no. 437)[3]. HR Al-Bukhari (5/1976, 2253 no. 4849 dan 5717, 6/2474 no. 6345), Muslim (4/1985 no. 2563), dan lain-lain, dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.[4]. HR Al-Bukhari (1/14 no. 13), Muslim (1/67, 68 no. 45), dan lain-lain, dari hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu[5]. Syaikh Ali bin Hasan –hafizhahullah- membawakan perkataan Al-Imam Ibnul Qayyim ini secara makna. Lihat Miftahu Daris Sa’adah (1/442-443)[6]. Perkataan Syaikhul Islam dan Al-Imam Ibnul Qayyim ini pun dibawakan Syaikh Ali bin Hasan -hafizhahullah- secara makna. Kemudian beliau mengomentari wasiat syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ini dan berkata : “Kata-kata yang sudah sepantasnya ditulis dengan air mata, karena begitu agungnya. Maka, hafalkanlah!”. Lihat catatan kaki dalam tahqiq beliau terhadap kitab ini, Miftahu Daris Sa’adah (1/443)\
Dirangkum dari berbagai sumber

Akhir dari tulisan ini, Penulis berharap kepada semua saja yang Kebetulan Membaca Tulisan ini :

  • Jangan Pernah Suudzon dan Berfikiran Negatif Kepada sesuatu yang kita belum tau Kebenarannya.
  • Jangan menelan Mentah Mentah Berita yang Kita terima dari orang Lain
  • Selidiki dulu apakah berita yang Kita terima itu benar atau tidak sebelum kita menyebarluaskannya  kepada Orang Lain. 
  • Berusahalah Selalu Berfikir positif
  • Milikilah prinsip bahwa sifat Iri dan dengki terhadap kesuksesan / Keberhasilan Orang lain adalah Merugikan Kita sendiri
  • Yakinlah bahwa kita mampu lebih baik dari Orang lain 
  • Syukuri apa yang Kita terima Selama ini sebagai Anugerah dari Tuhan

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...